Teknologi Li-Fi Cara Baru Internetan Tanpa Wi-Fi dengan Bantuan Cahaya Lampu

Teknologi Li-Fi, Cara Baru Internetan Tanpa Wi-Fi dengan Bantuan Cahaya Lampu - Rasanya tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Wi-Fi pada saat ini begitu dibutuhkan oleh banyak orang. Di mana-mana, kebanyakan orang sering kali mencari-cari keberadaan Wi-Fi gratis agar bisa lancar berselancar di dunia maya. Jika sinyal yang terpancar dari Wi-Fi sangat kuat, rasanya akan menjadi posisi ternyaman walau hanya berduaan dengan Wi-Fi saja.

Kita semua tidak bisa menyangkal bahwa keberadaan Wi-Fi dalam kehidupan kita tidak bisa tergantikan. Namun benarkah Wi-Fi tidak bisa tergantikan? Meski sebenarnya sering merasa jengkel dengan sinyal Wi-Fi yang tiba-tiba melemah, sehingga unduhan kita tidak bisa cepat selesai. Apakah benar tidak ada alternatif lain yang bisa membuat kita berselancar di dunia maya tanpa Wi-Fi?

Teknologi Li-Fi, Cara Baru Internetan Tanpa Wi-Fi dengan Bantuan Cahaya Lampu
teknologi li-fi

Sekitar tahun 2016-2017, tersiar kabar tentang keberadaan Li-Fi atau Light Fidelity. Yaitu sebuah inovasi yang digadang-gadang bisa menghasilkan jaringan internet wireless berbasis cahaya lampu.

Berbeda dengan Wi-Fi yang berbasis gelombang radio, Li-Fi menggunakan cahaya dari lampu LED untuk mentransfer data lebih cepat dibandingkan dengan jaringan Wi-Fi. Oleh sebab itu, tidak perlu memakai router lagi, cukup dengan menggunakan bola lampu saja.

Baca juga:


Seperti yang dilansir dari CNN bahwa Li-Fi atau Light Fidelity ini ditemukan dan juga sudah dipatenkan oleh Prof. Harald Hass dari University of Edinburgh, yang merupakan seorang pakar fisika asal Jerman. Prof. Hass sendiri menemukan hal semacam ini berangkat dari ide bahwa sorotan cahaya juga bisa menjadi media komunikasi semacam sandi morse modern.

Proses dalam pengiriman data-data melalui media cahaya ini disebut dengan Visible Light Communication atau VLC.Prof. Hass menciptakan lampu sebagai router nirkabel pada tahun 2001. Lalu setahun setelah itu, Prof. Hass mendirikan sebuah perusahaan riset teknologi Li-Fi bernama pureLiFi dengan sejumlah grup yang telah melakukan riset tentang Li-Fi sejak tahun 2008.

Teknologi Li-Fi, Cara Baru Internetan Tanpa Wi-Fi dengan Bantuan Cahaya Lampu
Teknologi li-fi 

Visible Light Communication atau VLC ini bisa dibangun hanya dengan membangun sebuah tranmisi antara bola-bola lampu yang sudah pasti banyak terpasang di mana-mana. Lain dengan jaringan Wi-Fi yang mengandalkan infrastruktur seperti tower radio atau jaringan fiber optic.

Singkatnya dengan menggunakan peralatan tertentu, gelombang atau sinyal cahaya nantinya bisa digunakan untuk membawa data informasi. Dengan syarat gawai elektronik yang digunakan terpapar sorotan cahaya lampu pintar, dengan begitu bisa tersambung pada internet.

Lalu bagaimana cara kerja Visible Light Communication atau VLC pada Li-Fi ini? Sebenarnya cara kerja L-Fi tidak berbeda jauh dengan Wi-Fi, hanya saja jaringan Li-Fi menggunakan cahaya sebagai media transfer data. Yaitu dengan dua sumber cahaya saling mendeteksi melalui sensor cahaya yang terletak di ujung perangkat Li-Fi. Kemudian, perangkat lain akan mendeteksi dan juga mengartikan sebagai biner 1 ketika cahaya lampu LED menyala. Saat ini selain warna hijau dan merah, semua cahaya dapat terdeteksi oleh Li-Fi.

Baca juga: Cara Mudah Mengatasi Touchpad Laptop yang Tidak Berfungsi

Prof. Hass meyakini Li-Fi akan dengan mudah diadopsi dan digunakan karena tidak memerlukan banyak infrastruktur baru. Sebab dalam proses pengiriman datanya pun, Li-Fi sangat mengandalkan cahaya sebagai media jaringan bukan infrastruktur. Meskipun begitu, minimnya cahaya akan mengganggu kinerja jaringan yang membuat kecepatan pengiriman data akan lebih lambat.

Kehebatan Li-Fi yang lainnya adalah, selain minimnya infrastruktur dalam penggunaannya, Li-Fi juga digadang-gadang bisa memiliki kecepatan data berkali-kali lipat dibandingkan dengan jaringan Wi-Fi. Hal ini karena spektrum cahaya jauh lebih besar daripada spektrum frekuensi radio.

Menurut sebuah uji coba, teknologi ini diprediksi mampu mentransfer data  dengan kecepatan hingga 100 Gbps. Seperti yang dilansir dari Liputan 6, sekitar tahun 2015 yang lalu, pemerintah Cina pernah melakukan sebuah uji coba Li-Fi untuk mengunduh film. Ternyata hasilnya sangat mengejutkan, unduhan film tersebut bisa selesai hanya memakan waktu 0,3 detik saja.

Kecepatan jaringan Li-Fi ini jauh lebih cepat dari kecepatan Wi-Fi 4G atau mungkin 5G yang sedang dikembangkan saat ini. Pasalnya, kecepatan tersebut didapat dari besarnya spektrum gelombang elektromagnetik cahaya itu sendiri.

Jika dibandingkan dengan spektrum frekuensi radio yang menjadi platform Wi-Fi, spektrum cahaya itu 10.000 kali lebih besar daripada frekuensi radio. Selain spektrumnya yang jauh lebih besar, sorotan dari cahayanya itu semikonduktor dengan sifat dan ciri yang dapat beralih on dan off hanya dalam beberapa nanodetik. Apabila dikonversikan dalam kecepatan data, hal ini akan setara dengan 1 Gbits per detik.

Baca juga: Cara Ampuh untuk Mengatasi HP Cepat Panas

Walau pun masih dalam tahap pengembangan awal, inovasi ini bisa langsung mengejutkan dunia. Dengan hal ini, membuktikan ternyata ada alternatif lain selain Wi-Fi yang bisa membuat kita menjelajahi internet.

Keberadaan Li-Fi selain mengurangi polusi elektromagnetik yang dihasilkan oleh banyaknya gelombang radio pada saat ini, tentunya kecepatan browsing di internet dengan Li-Fi akan menjadi sesuatu yang baru dan pantas untuk dicoba. Akses berselancar di dunia maya akan lebih dipermudah bahkan di wilayah terpencil sekalipun yang terkadang tidak bisa dijangkau oleh kabel optik.

Meskipun begitu, banyak kalangan yang skeptis dan juga pesimis terhadap potensi yang ada pada Li-Fi sebagai jaringan internet nirkabel masa depan. Terlebih untuk menggantikan posisi Wi-Fi. Hal ini berdasar kepada sangat bergantungnya Li-Fi pada sorotan cahaya. Para pengkritik mengkhawatirkan konektivitas Li-Fi yang berarti akan langsung terputus saat terkena suatu objek yang tidak tembus cahaya. Padahal ada banyak sekali objek di sekitar kita yang tidak bisa tembus cahaya, seperti tembok, pilar, lemari dan lain sebagainya.

Selain itu, Li-Fi juga tidak bisa digunakan di luar ruangan. Hal ini dikarenakan ketika berada di luar ruangan akan terkena sinar matahari langsung. Namun penemu Li-Fi itu sendiri, Prof. Hass, menyatakan bahwa sebenarnya keberadaan Li-Fi tidak bisa dan tidak seharusnya dipandang sebagai pengganti jaringan Wi-Fi. Jaringan Li-Fi hanya pelengkap atau alternatif saja ketika jaringan Wi-Fi sudah semakin penuh sesak.

Namun meskipun begitu, ini adalah sebuah inovasi yang sangat bermanfaat kelak di masa depan. Jika suatu saat kesusahan untuk menggunakan jaringan Wi-Fi, tentu ada alternatif lain yang  bisa digunakan yaitu Li-Fi. Keduanya sama-sama sangat bermanfaat, meskipun sebenarnya kita tidak bisa mengesampingkan adanya kekurangan dan kelebihan dari keduanya. Semoga nanti kita bisa mencobanya, ya.